Dan menyingkap tanda di balik tiap senyum manusia
Akan jadi akar dari tumbuhan kesendirian
yang entah mengapa repot-repot aku terus siram
Mungkin saat itu kamu tepat berada di depan pintu
Melantun sendu yang kusambut dengan ragu
Berteman panasnya hari
dan bisikan jeda yang tak pernah tiba
Berdiri kita dalam guliran detik
hingga mati di kaki tak terusik
Ada sesuatu yang tersingkap rasa
Namun terselabut dengan takut
Pergi aku berlindung dalam aman
Hanya untuk menemukanmu kini terduduk di dekat taman
Membias kecilnya tawa yang diikuti senyuman
Peluk untuk biruku; hangat untuk dinginnya kalbu
Malam itu aku terbiasa kembali pulang ke luar
Menghabiskan sisa bulan bersama hadirmu yang kian menyaru
Kita merayakan kecukupan tanpa apa-apa
Dan menertawakan serpihan rasa yang kadang menyapa
Sampai suatu waktu kulangkahkan kaki ingin menjumpa
Dan tidak kutemukan bayanganmu di sana
Hanya ada langit, terik, dan angin yang berbisik
Seakan marah atas tanyaku,
Mereka memaki, mencemooh, menyadarkan sesuatu
Habis sudah waktu kupakai untuk berteman dengan ragu
Membiarkanmu sekedar mengetuk dan duduk
Tanpa pernah berani memperbolehkan kau masuk
Selepas itu aku kembali berteman dengan kenangan
Akan pintarnya aku dalam melepaskan
Hingga terlampau banyak yang kulewatkan
Hadirmu jadi satu yang tak kan pernah kumaafkan
Kalau saja dan mungkin nanti
Tak pernah cukup untuk mengganti;
Terisak aku mendekap sisa bayangmu yang terlanjur pergi
Comments
Post a Comment